Rabu

Konsep Al-Basyar dalam Alquran

Mafhum atau konsep tentang manusia selalu dikaji dan digali sejak kemunculan manusia itu sendiri hingga kini. Artinya pengkajian dan penggalian terus berlanjut meski belum menemukan kata pasti, atau masih misteri, menurut istilah Alexis Carrel, karena beragam pemikiran dan pandangan subyektivitas yang tak terhindarkan. Alquran yang tema sentralnya manusia mungkin belum banyak diungkap. Gambaran Alquran yang beraneka ragam yang merujuk kepada pandangan tentang manusia antara lain al-Basyar yang lazim diartikan manusia sebagai makhluk biologis, namun tetap dituntut dan dituntun mengikuti norma dan nilai-nilai etis. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam upaya manusia menemukan hakekat dan jati dirinya dari sudut pandangan Alquran. Upaya pencarian jatidiri bagi manusia adalah sebuah persoalan yang tetap aktual sepanjang masa kehidupannya dan tak pernah usai.

A. Pendahuluan
Pencarian hakekat manusia yang hanya bertumpu pada pandangan yang subjektif, yang meletakkan pandangan manusia sebagai satu-satunya cara untuk menentu-kan pamahaman terhadap hakekatnya sendiri terasa belum sepenuhnya memadai. Hal ini karena persoalan hakekat manusia hanyalah semata-mata dilihat dari sudut pan-dangan manusia sendiri sebagai obyek studi yang terlepas dari Penciptanya, sehingga mengabaikan sudut pandangan penciptanya. Padahal sudut pandangan Penciptanya tentang penciptaannya merupakan hal yang sangat fundamental untuk memahami sebuah penciptaan (Asy’ari, 1992: 11).

Meskipun Alquran menggambarkan manusia dengan berbagai istilah, Namun dalam tulisan ini penulis hanya akan mencoba mendeskripsikan mengenai pengertian dan konsepsi al-Basyar dalam Alquran dengan bahan referensi yang sangat terbatas.

B. Pengertian al-Basyar
Kata al-basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk manusia baik laki-laki maupun perempuan, satu maupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti permukaan kulit muka, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Ibn Barjah mengartikannya sebagai kulit luar. al-Laits mengartikannya sebagai permukaan kulit pada wajah dan tubuh manusia, karena itu kata mubasyarah diartikan mulamasah yang berarti persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan, disamping itu kata mubasyarah diartikan sebagai al-wath’ atau al-jima` yang berarti persetubuhan (Manzhur, 1968: 124-126)

Pemakaian kata basyar di beberapa tempat dalam Alquran memberikan pengertian bahwa yang dimaksud adalah anak adam yang biasa makan dan berjalan di pasar-pasar, dan di dalam pasar itu mereka saling bertemu atas dasar persamaan (al-Syathi’, 1966: 11)

Jadi basyar untuk menyebut pada semua makhluk, mempunyai pengertian adanya persamaan umum yang selalu menjadi ciri pokok. Ciri pokok itu adalah kenyataan lahiriah yang menempati ruang dan waktu, serta terikat oleh hukum-hukum alamiahnya. Manusia dalam pengertian basyar mempunyai bangunan tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada dalam alam ini, dan oleh bertambahnya usia, kondisi tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan akhirnya ajal pun menjemputnya. Oleh karena itu, manusia dalam pengertian basyar tergantung sepenuhnya kepada alam, pertumbuhan dan perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan dan diminumnya.

Dengan demikian, pemakaian basyar untuk merujuk dimensi alamiahnya yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, makan, minum dan meninggal dunia.

C. Konsep al-Basyar
Dengan memahami konsep manusia dari sudut pandang Penciptanya, diharapkan dapat diambil manfaat yaitu munculnya kesadaran terhadap kebenaran firman-firman Tuhan, yang pada gilirannya membentuk pandangan teosentris.

Dalam Alquran, kata basyar (tanpa menggunakan alif-lam) sebanyak 31 kali, al-basyar (dengan menggunakan alif-lam) sebanyak 5 kali dan basyarain (tanpa alif-lam dalam bentuk dual) sebanyak 1 kali (al-Hasani, t.t.: 52-53). Dari semua ayat tersebut, khususnya basyar dan al-basyar dapat diklasifikasikan menjadi 6 bagian, yaitu:

1. Menggambarkan dimensi fisik manusia
Ada satu ayat yang menyebutkan basyar dalam pengertian kulit manusia, yaitu (Neraka Saqar) akan membakar kulit manusia/lawwahah li al-basyar (lihat Alquran Surat 74: 27-29)

2. Menyatakan Seorang Nabi adalah Basyar
Ada 23 ayat yang menyatakan bahwa kata basyar dipakai oleh Alquran yang berhubungan dengan dengan Nabi dan kenabian, dan 12 diantaranya menyatakan bahwa seorang nabi adalah basyar, yaitu secara lahiriah mempunyai ciri yang sama yaitu makan dan minum dari bahan yang sama. Antara lain dinyatakan, bahwa para pemuka orang-orang yang kafir dan mendustakan akan menemui hari akhirat: Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu/basyar mitslukum Lihat Alquran Surat 23: 33-34. Lihat juga 14: 10-11, 18: 110, 21: 3, 23: 24, 26: 154 & 186, 36: 15, 41: 6 dan 11: 27

Basyar mitslukum di atas ditafsirkan oleh al-Naisaburi sebagai Adami atau anak keturunan Adam yang tidak punya kelebihan apapun atas anak Adam (manusia) lainnya. Namun ayat ini jelas hanyalah klaim orang-orang kafir.

3. Menyatakan tentang kenabian
Ayat yang menyatakan kata basyar dipakai oleh Alquran dalam kaitannya dengan kenabian sebanyak 11 buah, antara lain: Tidak wajar bagi seorang manusia (basyar) yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah” (Alquran Surat 3: 79. Lihat juga 6: 91, 42: 51, 74: 31, 12: 31, 17: 93-94, 23: 34, dan 54: 24). al-Thabathaba’i (1972: 275) menafsirkan, tidak patut bagi seorang manusia (dalam hal ini Nabi) yang diberikan Tuhan karunia yang berlimpah, lalu memproklamirkan dirinya agar disembah, hanya karena ia diberikan al-Kitab, hikmah dan kenabian.

4. Menunjukkan Persentuhan Laki-laki dan Perempuan
Ada 2 ayat yang menyebutkan kata basyar dalam kaitannya dengan per-sentuhan antara laki-laki dan perempuan. Maryam berkata: “Bagaimana mung-kin akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia (wa lam yamsasni basyar) pun menyentuhku, dan akan bukan pula seorang pezina” (lihat Alquran Surat 19: 20, lihat juga 3: 47)

Lam yamsasni basyar, ditafsirkan oleh al-Naisaburi dengan tidak pernah seorang suami pun mendekatiku, wa lam aku baghiyya, bukan pula seorang lacur (mendekatiku), dan aku sendiri bukan seorang pezina. Seorang anak tidak mungkin ada kecuali dari (hubungan) suami isteri atau berzina (al-Naisaburi, 1994: 180).

5. Menggambarkan Manusia pada umumnya
Alquran yang menggunakan kata basyar dalam pengertian manusia pada umumnya sebanyak 5 ayat, antara lain: “Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia” (In hadza illa qawl al-basyar (Alquran Surat 74: 25, lihat juga 19: 17, 74: 36, 19: 26).

Kebanyakan mufassir tidak mengomentari lagi ayat ini karena sudah sangat jelas kandungannya, namun al-Sayuthi dan al-Mahalli sedikit memberikan penjelasan bahwa ini merupakan rekaman perkataan orang-orang kafir dimana mereka mengatakan sesungguhnya Alquran itu hanya ajaran yang disampaikan oleh manusia biasa (al-Sayuthi dan al-Mahalli, t.t.: 480)

Sementara al-Maraghi (t.t. Jilid X: 1333) menambahkan, bahwa orang-orang kafir mengatakan Alquran itu hanya dikutip dari perkataan orang lain (ma-nusia biasa) saja, bukan kalam Allah sebagaimana dakwaannya (Muhammad).

6. Menyatakan proses penciptaan dari tanah
Yang menyatakan arti basyar sebagai proses penciptaan manusia dari tanah ada 4 ayat, antara lain: Di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkem-bang biak/basyar tantasyirun (Alquran Surat 30: 29. Lihat juga 38: 71, dan 15: 28)

Dia menciptakan kamu dari tanah, dimaksud adalah basyar (manusia), kemudian menjadi manusia yang terdiri dari daging dan darah yaitu keturunannya yang tersebar di permukaan bumi (al-Naisaburi, 1994: 431)

7. Menunjukkan manusia akan menemui kematian
Alquran yang menerangkan kata basyar dalam pengertian semua manusia akan menemui kematian hanya 1 ayat, yaitu: Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (wa ma ja’alna li basyar min qablik al-khuld), maka jikalau kamu (Muhammad) mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati … (Alquran Surat 21: 34-35)

Hawwa (1989: 3547) menafsirkan ayat ini, Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun, yaitu kekal di dunia selama-lamanya sebelum kamu (Muhammad), maka jika kamu mati apakah mereka akan kekal? Mereka berangan-angan mati lalu hidup lagi setelah itu. Maka Allah menyangkal anggapan itu dengan ungkapan ini dan menjelaskan mereka pun menuju kehancuran, artinya Ia telah menetapkan tidak akan kekal (hidup) seorang manusia pun di dunia ini. Itulah bukti keperkasaan Allah Swt.

Bila dilihat secara keseluruhan ayat-ayat Alquran yang mengungkapkan tentang kata basyar, semuanya menunjukkan pada gejala umum yang nampak pada fisiknya, atau lahiriahnya, yang secara umum antara satu dengan yang lainnya mempunyai persamaan, terutama anatomi-anatomi yang tampak kelihatan oleh yang lain. Meskipun ada perbedaan, tetapi perbedaan itu tidak menyangkut hal-hal yang substansial, namun hanya menyangkut masalah-masalah kecil yang tidak banyak mempengaruhi terhadap fungsi dan eksistensinya selaku manusia.

Dengan melihat pada konteks penggunaan kata basyar dalam Alquran tersebut, maka dapat ditarik pengertian bahwa kata basyar menunjukkan pengertian manusia dalam kaitannya yang melibatkan tubuhnya, yang tampak pada luarnya, yang bergerak dan berjalan-jalan. Manusia secara fisik tubuh kuat karena makan dan minum dari apa yang ada di bumi ini, sehingga memungkinkan manusia mempunyai kekuatan untuk mewujudkan gagasan-gagasannya dalam ruang dan waktu tertentu.

Pengertian basyar, tidak lain adalah manusia dalam kehidupannya sehari-hari, yang berhubungan dengan aktivitas lahiriah, yang tentunya dipengaruhi dan mendapatkan dorongan kodrat alamiahnnya, seperti makanan, minuman, bersetubuh dan akhirnya mati mengakhiri kegiatannya. Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan sesuatu yang berhubungan dengan lahiriah, dimana kegunaannya untuk melanggengkan eksistensi tubuh/diri manusia itu sendiri.

Oleh karenanya, melalui aktivitas basyariahnya, yaitu aktivitas tubuhnya, maka gagasan dan pemikiran manusia dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, yaitu bentuk-bentuk sebagai hasil karya dan cipta manusia, yang menempati ruang tertentu, dapat diraba dan difoto, seperti lukisan, tari-tarian dan kegiatan mengolah besi pada industri logam maupun menggali pertambangan atau membuat bangunan.

Kalau dihubungkan dengan pemakaian kata insan, maka basyar jelas menunjukkan konteks yang berbeda, meskipun sama-sama menunjukkan pengertian manusia. Manusia dalam konteks insan, adalah manusia yang berakal yang memerankan diri sebagai subyek kebudayaan dalam pengertian ideal, sementara kata basyar menun-jukkan manusia sebagai subyek kebudayaan dalam pengertian material seperti yang tampak pada aktivitas fisiknya (Asy’ari, 1992: 34)

Kata insan dan basyar yang dipakai dalam Alquran untuk sebutan manusia, bukan berarti menunjukkan adanya dua jenis manusia, akan tetapi kata insan dan ba-syar pada dasarnya menunjuk pada manusia yang tunggal dengan bi-dimensionalnya (dua dimensi), dimensi insan pada kapasitas akalnya dan dimensi basyar pada ka-pasitas tindakannya.

Oleh karenanya, dalam kehidupan sehari-hari, kedua sisi gagasan – pemikiran dan kesadaran – dan tindakan hampir tidak bisa dipisahkan, dan jika karena sesuatu hal gagasan dan tindakan itu dipisahkan, maka terlihat manusia berada dalam konflik kepribadian. Kepribadian yang berada dalam konflik tersebut, seringkali disebut pribadi yang tak seimbang atau berkepribadian ganda, sehingga menimbulkan tindakan yang tidak bertanggung jawab dan sia-sia.

Dalam lapangan etika, makna sebuah tindakan ditentukan oleh kesatuannya dengan akal, karena tindakan yang lahir dari gagasan akal adalah tindakan yang sudah diperhitungkan akibat-akibatnya dan dengan sendirinya juga kesediaan memikul tanggungjawab dan menerima sanksi etika bahkan hukum.

Sebaliknya, tindakan yang terlepas dari gagasan akalnya, seperti gerak reflektif, menggaruk karena gatal atau tindakan yang muncul karena pikirannya tidak bekerja seperti orang gila atau tidak sadar, maka tindakannya tidak bisa dinilai dari sudut etika.

D. Kesimpulan
Kata basyar dipakai dalam Alquran sangat terbatas, antara lain untuk menunjukkan manusia pada umumnya seperti yang tampak pada fisiknya yang bergantung sepenuhnya pada makan dan minum dari apa yang ada di bumi (Alquran Surat 23: 33).
Dengan melihat konteks penggunaan kata basyar dalam Alquran, maka dapat disimpulkan bahwa sebetulnya kata basyar menunjukkan pengertian manusia dalam hubungannya dengan perbuatan yang melibatkan tubuhnya, yang tampak pada luarnya, yang bergerak dan berjalan-jalan.

Manusia secara fisik tumbuh kuat karena makan dan minum dari apa yang ada di bumi ini, sehingga manusia mempunyai kekuatan untuk merealisasikan kehendak dan keinginannya. Maka bila diteliti dari arah ini, sebetulnya manusia merupakan bagian dari alam materi, dan oleh karena itu ia tunduk dan patuh pada kehendak dan hukum-hukum alam atau sunnatullah.

DAFTAR RUJUKAN
Alquran al-Karim
al-Hasani, ‘Ilmi Zadah Faidhullah (t.t.). Fath al-Rahman li Thalib Ayat Alquran. Beirut: Dar al-Fikr.
al-Maraghi. (t.t.). Tafsir al-Maraghi. Beirut: Dar al-Fikr.
al-Naisaburi. (1994). al-Wasith fi Alquran al-Majid. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
al-Sayuthi dan al-Mahalli. (t.t.) Tafsir Alquran al-‘Azhim. Surabaya: al-Hidayah.
al-Thabathaba’i. (1972). al-Mizan fi Tafsir Alquran. Qum: al-Isma’iliyah.
Asy’ari, Musa. (1992). Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Alquran. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
al-Syathi’, A’isyah Abdurrahman Bint. (1966). al-Maqal fi al-Insan Dirasah Qur’ aniyah. Mesir: Dar al-Ma’arif.
Carrel, Alexis. (1987). Misteri Manusia. Terjemahan. Kania Roesli dkk,. Bandung: CV. Remadja Karya.
Hawwa, Sa’id. (1989). al-Asas fi al-Tafsir. Cairo: Dar al-Salam.
Manzhur, Ibn.(1968). Lisan al-‘Arab. Mesir: Dar al-Mishriyah Li al-Ta’lif wa al-Tarjamah.
Nasr, Sayyid Husein. (1979). Ideal and Realities of Islam, (London: George Allen & Unwin Ltd.

DITULIS OLEH: ABU KASIM (Alumnus S.2 IAIN Sunan Ampel Surabaya)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

alhamdulillah, syukran ustadz tulisannya memadai apa kami butuhkan untuk diskusi mata kuliah pengantar psikologi s1 P.A.I.
Tedi Setiadi
STAI-PERSIS Bdg

wenny hasmita. mengatakan...

Terimakasih atas artikelnya ustadz,izin copas untuk tugas mata kuliah Al Islam2, UMRI